Senin, 14 Maret 2011

Tes Intelejensi

Istilah yang sering kali kita sebut-sebut bila berbicara mengenai intelejensi adalah IQ. Kita sering menilai intelejensi seseorang berdasarkan nilai tes IQnya, terlebih orang yang bergerak di lembaga pendidikan, seperti sekolah. Pihak sekolah sering kali menggunakan ukuran intelejensi dalam pengelompokkan siswa / pembagian kelas. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan intelejensi itu sendiri? Bagaimana mengukur intelejensi seseorang?
Intelejensi adalah keahlian/kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memecahkan masalah, beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Intelejensi seseorang berasal dari faktor genetis dan faktor lingkungan/asuhan. Dengan kata lain, intelejensi bawaan anak dapat meningkat dengan memperkaya lingkungan anak dan sebaliknya akan statis atau bahkan menurun jika tidak didukung oleh lingkungan yang baik. Selain berpengaruh pada prestasi sekolah, intelejensi anak juga berperan dalam penguasaan keahlian yang dibutuhkan untuk bekerja nantinya. Intelejensi seseorang itu bisa diukur, salah satunya dengan menjalani tes intelejensi. Bentuk tes intelejensi itu sendiri terdiri dari tes intelejensi individual dan tes individual versus kelompok.

Tes individual
Tes Stanford-Binet
Cara hitung IQ :
IQ= MA/CA×100
MA : mental age/ usia mental
CA : chronological age/ usia kronologis
Jika MA = CA , maka IQ orang itu adalah 100, berari orang itu memiliki IQ rata-rata.

Skala Wechsler
Selain menunjukkan IQ keseluruhan, skala Wechsler jugamenunjukkan IQ verbal dan IQ kinerja. IQ verbal didasarkan pada enam subskala verbal, IQ kinerja didasarkan pada lima subskala kinerja.

Tes individual versus Tes Kelompok
Tes intelejensi kelompok mencakup Lorge-Thorndike Intelligence Tests, Kuhlman-Anderson Intelligence Tests, dan Otis-Lennon School Mental Abilities Tests. Meskipun tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis dibanding tes individual, namun tes kelompok menimbulkan peneliti tidak dapat menyusun laporan individual, tidak dapat menentukan kecemasan murid,dsb. Selain itu, murid mungkin tidak memahami instruksi atau mungkin juga diganggu oleh murid lainnya sewaktu menjalani tes.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa intelejensi manusia semakin meningkat dibandingkan dengan intelejensi orang-orang dulu. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh berkembangnya ilmu pengetahuan sehingga mampu melahirkan produk-produk bernutrisi yang sangat berpengaruh pada perkembangan otak dan intelejensi,berkembangnya peranan teknologi yang mendorong manusia untuk ikut terlibat dan belajar, berkembangnya metode-metode pengajaran anak, dsb.

Selasa, 08 Maret 2011

Hubungan antara perkembangan kognitif anak dengan motivasi belajar


Motivasi anak untuk bertanya,menjawab, belajar  dapat berasal dari bermacam-macam sumber, dari diri sendiri,orangtua, teman, guru, ataupun orang-orang yang ia paling menarik perhatiannya.  Motivasi yang timbul untuk melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain disebut motivasi ekstrinsik. Misalnya, murid belajar keras pada saat ujian agar tidak mendapat hukuman dari orangtua. Sedangkan motivasi untuk melakukan sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri dinamakan motivasi intrinsik. Misalnya, murid belajar dengan membaca buku sains karena ia memang menyukai sains.
Peranan motivasi-motivasi tersebut  dapat berubah seiring perkembangan anak.  Sebuah studi riset membuktikan bahwa penurunan motivasi intrinsik menurun pada anak yang menduduki bangku kelas 6-8. Hal tsb terjadi karena pada usia sekitar itu, usia anak-anak sekolah menengah, sudah lebih mementingkan nilai untuk memperbandingkan dirinya dengan murid lain . Mereka berusaha untuk mendapatkan nilai yang lebih baik dari teman lain sehingga mereka akan mendapat penghargaan (motivasi ekstrisik).Anak sekolah menengah dibandingkan anak sekolah dasar lebih evaluatif, lebih kompetitif, lebih impersonal. Semua itu karena  perkembangan yang terjadi pada anak, baik perkembangan biologis, kognitif maupun sosioemosional. Struktur otak dan pemikiran anak sekolah menengah sudah lebih berkembang dibandingkan anak sekolah dasar. 
Sama halnya dengan jenis motivasi ekstrinsik,juga akan berubah seiring perkembangan anak. Misalnya, seorang guru anak sekolah dasar mengatakan bahwa abagi yang mendapatkan nilai ujian 100 akan mendapat pensil warna.Biasannya,anak sekolah dasar senang jika ia mendapatkan pensil warna atau buku mewarnai, sehingga ia akan berusaha untuk mendapatkan nilai ujian yang baik. Namun, bagi anak remaja  mungkin berpikir hanya demi pensil warna tidak pantas baginya untuk berjuang belajar sekeras itu.
Oleh karena itu, sistem pengajaran dan pembelajaran di sekolah juga seharusnya  disesuaikan dengan perkembangan anak sehingga murid-murid tidak merasa kesulitan belajar maupun terlalu mudah dan membosankan,kehilangan motivasi untuk belajar. Semakin kita memahami perkembangan anak, kita akan lebih terbantu dalam mencari cara yang tepat untuk memotivasi, mengajari mereka.
Periode relevan bagi pendidikan anak:
Infancy
 (0-2 tahun)
masih sangat tergantung pada orangtua, baru memulai aktivitas perkembangan bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, pembelajaran sosial.
Early Childhood
( 2-5 tahun)
Masa prasekolah :semakin mandiri, siap untuk bersekolah, banyak menghabiskan waktu bersama teman
Middle dan Late childhood
(6-11 tahun)
Masa sekolah dasar : mulai menguasai keahlian membaca,menulis, menghitung, semakin mampu mengendalikan diri, sudah berinteraksi dengan dunia sosial yang lebih luas di luar keluarganya
Adolescence
(10/12 – 18/20 tahun)
Masa remaja : mengalami perubahan fisik yang cepat, perkembangan fungsi seksual, pemikiran yang semakin logis,abstrak, dan idealistis, masa mencari identitas diri
Early adulthood
( 20- 30 tahun)
Mulai menentukan karir dan pasangan, membangun rumah tangga

sumber: Santrock,John.W.Psikologi Pendidikan (Edisi kedua).2007.Prenada Media Group

Rabu, 02 Maret 2011

Hasil Diskusi mengenai Learner-Centered


Pada pendekatan learner-centered, instruksi dan perencanaan berfokus pada siswa,bukan guru. Menurut prinsip learner -centered ini, pendidikan akan lebih baik jika fokus utamanya adalah orang yang belajar.
 
Strategi Instruksional Learner-centered :
1. Pembelajaran berbasis Problem; Membiarkan murid mencari cara pemecahan masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari
2. Pertanyaan Esensial; Memberi pertanyaan yang membawa inti dari kurikulum kepada murid
3. Pembelajaran Penemuan; Membiarkan murid menemukan pemahaman sendiri

Pendekatan learner-centered terbukti telah memberikan banyak pengaruh positif pada murid, beberapa diantaranya : percaya diri, kreatif, aktif, mampu memotivasi diri sendiri, mampu bekerjasama secara efektif dalam kelompok, mampu mengontrol emosi. Namun, tetap saja memiliki kelemahan. Pendekatan learner-centered dinilai kurang memperhatikan kandungan akademiknya, kurang efektif di level pengajaran awal suatu pelajaran karena murid akan bingung tentang apa yang harus mereka pelajari. Oleh karena itu, kebanyakan guru memilih untuk menerapkan kombinasi dari kedua pendekatan tersebut.

Hubungan antara Learner-Centered dengan website Dikti
 
Menurut kami (Johan Wibawa dan Wieny Delvonia), dengan adanya website seperti itu yang disediakan oleh Dikti, mahasiswa dituntut untuk aktif dan mandiri dalam mendapatkan berbagai informasi yang mereka inginkan dalam konteks pendidikan. Mahasiswa dituntuk untuk mencari tahu sendiri apa saja yang disediakan website tersebut, tanpa campur tangan orang lain sebagai pengajar. Dengan begitu banyaknya link yang terdapat di dalam website tersebut, juga tidaklah mungkin untuk dibahas satu per satu oleh sang pengajar (dosen). Karena apabila dibahas semuanya, hal itu pasti akan sangat boros waktu. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut untuk belajar secara aktif dan mandiri.
 
Apabila ada yang tidak dimengerti oleh sang murid, murid yang bersangkutan tersebut juga secara tidak langsung dituntut untuk aktif bertanya kepada siapapun orang yang menurutnya dapat menjawab pertanyaannya, misalnya bertanya kepada orang tua, saudara, teman, ataupun guru/dosennya...
 
Kelebihan/keuntungan yang bisa didapat dari proses belajar learner-centered, khususnya proses belajar yang sudah melibatkan internet, informasi terbaru bisa didapatkan dengan lebih cepat dan sumbernya banyak. Kelebihan lainnya, dengan sering terlibat dalam diskusi, murid menjadi percaya diri, aktif, dan mampu berpikir kritis karena ia berpartisipasi dalam berbagi pendapat, bertanya, dan memikirkan solusi bersama-sama.
 
Dan kekurangannya, karena sang murid belajarnya sendiri dan tanpa ada jadwal yang pasti, sang murid bisa saja mengulur-ulur waktu (menunda-nunda pembelajaran) dan akhirnya sang murid menjadi pemalas.
 
Saran dari kami mengenai proses Learner-Centered ini, akan lebih baik apabila di dalam setiap proses pembelajaran seperti ini juga disertakan sebuah sesi diskusi yang memungkinkan antara murid yang satu untuk mendiskusikan pemahamannya dengan murid yang lain ataupun langsung dengan gurunya.