Rabu, 18 Mei 2011

Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik; Manakah yang Lebih Mendominasi Siswa-Siswi SMA?


PERENCANAAN


A. Pendahuluan
Pendidikan sangat penting bagi setiap manusia apalagi pada zaman sekarang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang juga menuntut setiap manusia untuk tidak ketinggalan dengan fenomena-fenomena baru yang selalu muncul. Bagaikan teori evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin, dimana makhluk hidup yang akan terus bertahan adalah makhluk hidup yang telah melewati seleksi alam, manusia yang tidak mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan semakin sulit untuk bersaing, bertahan hidup dalam lingkungan masyarakat, maupun dalam lingkungan kerja.
Prestasi di sekolah merupakan salah satu acuan yang digunakan oleh perusahaan dalam menilai kemampuan seseorang. Namun, tidak semua siswa memiliki prestasi yang baik. Kemampuan siswa dalam mengukir prestasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan motivasi yang dimilikinya, baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik.

Motivasi intrinsik adalah berupa dorongan dari dalam diri siswa itu sendiri seperti rasa puas, bangga jika ia dapat menguasai materi pelajaran, mengukir prestasi . Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah berupa dorongan-dorongan dari luar. Seorang siswa yang termotivasi untuk mengukir prestasi karena yakin bahwa hasilnya ia akan mendapat pujian-pujian, penghargaan, hadiah dari guru maupun orangtua, maka reward seperti itu termasuk dalam motivasi ekstrinsik.

Mempertahankan dan meningkatkan motivasi dalam diri siswa inilah yang akan selalu menjadi salah satu tugas utama para tenaga pendidik. Namun, dalam beberapa kasus, meskipun berbagai jenis motivasi ekstrinsik telah diberikan pada siswa, tetap saja ada sebagian siswa yang sebelumnya kurang termotivasi tetap tidak berubah. Sebaliknya, terdapat pula beberapa siswa yang mau terus mengukir prestasi walaupun tanpa diberikan tambahan motivasi ekstrinsik. Masalah yang ingin dikaji saat ini adalah masalah kekuatan motivasi manakah yang lebih mendominasi siswa-siswi SMA pada masa sekarang ini.

B. Landasan Teori
Teori yang para peneliti gunakan dalam Mini Project ini adalah teori Motivasi belajar, khususnya teori Motivasi Intrinsik dan teori Motivasi Ekstrinsik.
Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Setiap orang pasti memiliki motivasi di dalam dirinya yang memberinya kekuatan dan dorongan untuk melakukan sesuatu, hanya saja dalam porsi yang berbeda-beda. Jadi, motivasi belajar adalah dorongan, proses yang memberi semangat, dan arah seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar.

Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik biasanya lebih dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti pemberian imbalan ataupun pemberian hukuman. Misalnya, seorang murid menjadi rajin belajar karena dia tidak mau dihukum oleh orang tuanya, ataupun karena dia menginginkan imbalan berupa nilai yang bagus.

Motivasi Intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Seseorang tidak memerlukan tawaran imbalan atau diancam dengan hukuman-hukuman apapun untuk membuatnya melakukan sesuatu. Dia akan melakukan sesuatu tersebut karena memang dia menyukai dan senang melakukan hal tersebut. Misalnya, seorang murid akan tetap mempelajari suatu mata pelajaran dengan giat, meskipun saat itu tidak sedang musim ujian dan sama sekali tidak ada paksaan belajar dari siapapun.

C. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang akan para peneliti gunakan dalam Mini Project ini hanyalah berupa sebuah kamera digital, kuesioner, dan reward berupa biskuit Tango. Kamera digital akan para peneliti gunakan untuk mendokumentasikan setiap proses pelaksanaan kegiatan Mini Project, baik dalam bentuk foto maupun rekaman video. Sedangkan kuesioner, akan dibagikan kepada para subjek penelitian untuk diisi, dan setelahnya para subjek penelitian akan diberi biskuit Tango sebagai ucapan terima kasih (reward) karena telah bersedia untuk diteliti.

D. Subjek Penelitian
Subjek yang akan diobservasi oleh para peneliti adalah siswa-siswi yang telah duduk di bangku SMA, dengan lokasi sekolahnya yang terdapat di daerah Kota Medan. Beberapa sekolah yang menjadi target observasi para peneliti adalah sebagai berikut :
  1. SMA WAGE RUDOLF SUPRATMAN 1
  2. SMA WAGE RUDOLF SUPRATMAN 2
  3. SMA HANG KESTURI
  4. SMA METHODIST 2
  5. SMA HARAPAN MANDIRI
  6. SMA SUTOMO 1
Dari keenam sekolah yang menjadi target observasi para peneliti, hanya satu sekolah saja yang nantinya akan menjadi lokasi penelitian peneliti. Tujuan para peneliti mendaftarkan lebih dari satu nama sekolah sebagai target observasi adalah karena para peneliti tidak bisa memastikan setiap sekolah tersebut akan memberikan izin untuk melakukan penelitian.

E. Proses Analisa dan Pembuatan Kesimpulan
Penelitian ini akan dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada para subjek penelitian untuk diisi. Di dalam kuesioner tersebut, berisi sebanyak 20 buah aitem dalam bentuk pernyataan yang akan dijawab oleh para subjek penelitian dengan jawaban ‘Sesuai’ atau ‘Tidak Sesuai’. Untuk masing-masing jawaban ‘Sesuai’ ataupun ‘Tidak Sesuai’, merepresentasikan apakah seseorang itu memiliki motivasi intrinsik atau motivasi ekstrinsik.
Sebagai salah satu contoh pernyataan yang akan dibuat di dalam kuesioner tersebut,‘Belajar adalah hal yang membosankan bagiku’. Apabila subjek penelitian memberi jawaban ‘Sesuai’ untuk pernyataan tersebut, maka subjek penelitian tersebut akan dikatakan memiliki Motivasi Ekstrinsik. Sebaliknya, apabila jawaban yang diberikan adalah ‘Tidak Sesuai’, maka subjek penelitian akan dikatakan memiliki Motivasi Intrinsik. Untuk subjek penelitian yang tidak memberikan jawaban ataupun yang menjawab keduanya, ‘Sesuai’ dan ‘Tidak Sesuai’, maka pernyataan tersebut tidak akan menjadi bahan perhitungan para peneliti.
Setelah semua jawaban subjek penelitian terhadap 20 buah pernyataan itu diteliti satu persatu, peneliti akan menghitung berapa banyak jumlah jawaban yang menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki motvasi ekstrinsik dan berapa banyak jumlah jawaban yang menunjukkan subjek memiliki motivasi intrinsik. Langkah berikutnya adalah dengan membandingkan kedua jumlah tersebut. Apabila jumlah untuk motivasi ekstrinsik lebih banyak, maka kesimpulan akhir yang akan dibuat oleh para peneliti adalah bahwa subjek penelitian tersebut lebih didominasi oleh motivasi ekstrinsik. Begitu pula sebaliknya apabila jumlah motivasi intrinsik yang lebih banyak.
Dalam pelaksanaannya nanti, kemungkinan akan didapat jumlah yang sama antara motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsiknya. Apabila hal seperti ini terjadi pada subjek penelitian, maka para peneliti akan menarik kesimpulan bahwa subjek penelitian tersebut didominasi oleh kedua motivasi tersebut (Seimbang/Netral).
Setelah semua subjek peneltian dianalisis satu per satu dan sudah didapatkan hasil berapa jumlah siswa yang didominasi motivasi ekstrinsik, berapa jumlah siswa yang didominasi motivasi intrinsik, dan berapa jumlah siswa yang didominasi oleh kedua jenis motivasi itu, langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalah dengan menguji data tersebut dengan salah satu uji statistik. Uji statistik yang akan dipakai adalah Khai Kuadrat, dengan tujuan untuk mengecek apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah siswa yang didominasi motivasi ekstrinsik dengan jumlah siswa yang didominasi motivasi intrinsik.

F. Jadwal Kegiatan
No.
Nama Kegiatan
APRIL (Minggu Ke – )
MEI (Minggu Ke – )
1
2
3
4
5
1
2
3
4
1
Diskusi pemilihan topik dan judul
x
2
Diskusi penyusunan perencanaan
x
3
Diskusi pembuatan kuesioner
x
x
4
Mendatangi sekolah-sekolah yang menjadi target observasi untuk meminta izin melakukan penelitian
x
5
Diskusi tahap-tahap pelaksanaan observasi di sekolah, dan reward apa yang akan diberikan
x
6
Pembelian reward
x
7
Pelaksanaan observasi di sekolah yang terpilih
x
8
Diskusi hasil penelitian dan penarikan kesimpulan
x
9
Pembuatan poster
x
10
Posting hasil akhir dari penelitian di blog masing-masing
x

G. Kalkulasi Biaya
Print + Fotocopy                      :                               Rp. 25.000
Transportasi                            :                               Rp. 40.000
Reward                                   :                               Rp. 50.000
__________________+
Total                                      :                               Rp. 115.000

PELAKSANAAN

A. Bulan April
Minggu pertama bulan April 2011, yaitu tepatnya pada tanggal 6, judul dan bentuk penelitian didiskusikan bersama para peneliti. Pada hari itu juga, “Motivasi Intrinsik dan motivasi ekstrinsik; Manakah yang lebih mendominasi siswa-siswi SMA?” ditentukan sebagai judul penelitian. Selain itu, juga ditentukan bahwa penelitian kuantitatif komparatif dengan memberi kuisioner pada siswa ditetapkan sebagai bentuk penelitian yang akan dilaksanakan.
Pada tanggal 13 April 2011, rencana pelaksanaan penelitian didiskusikan bersama para peneliti. Dari diskusi tersebut diperoleh keputusan :
  • tanggal 7 Mei 2011 sebagai hari pelaksanaan penelitian, dengan salah satu sekolah yang menjadi target observasi sebagai lokasi penelitian
  • sekitar 60 siswa-siswi SMA akan dijadikan sebagai sampel penelitian
  • reward yang akan diberikan pada siswa berupa snack
Pada tanggal 20 April 2011, format bentuk kuisioner, pembagian tugas baik dalam menyusun bagian pendahuluan laporan maupun dalam membuat soal kuisioner didiskusikan para peneliti. Dari diskusi tersebut didapatkan hasil bahwa masing-masing peneliti bertugas menyelesaikan salah satu sub-bagian Perencanaan (latar belakang, landasan teori, dsb), serta sekaligus juga bertanggung jawab dalam membuat 10 butir kuisioner.
Pada tanggal 27 April 2011, butir-butir kuesioner dan sub-bagian perencanaan yang telah dibuat masing-masing peneliti digabungkan dan diedit dalam bentuk file di komputer.
Pada tanggal 30 April 2011, survey lapangan penelitian dilakukan. Pada hari ini para peneliti mengunjungi satu per satu sekolah yang menjadi target observasi untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.

B. Bulan Mei
Pada tanggal 4 Mei 2011, permohonan surat izin mulai diajukan ke Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada tanggal 6 Mei 2011, surat izin diterima dan lembar kuisioner dicetak.  Pembelian reward snack juga dilakukan pada hari yang sama.
Pada tanggal 7 Mei 2011, penelitian dilaksanakan di SMA HARAPAN MANDIRI, MEDAN. Para peneliti tiba di lokasi penelitian pada pukul 08.30 WIB. Setelah pengurusan izin dengan kepala sekolah, para peneliti lalu menuju kelas XI IPS 3 untuk mengambil data penelitian dengan prosedur berikut:
  1. pengenalan experimenter  & penjelasan maksud dari  penelitian,
  2. pembagian kuesioner dan pemberian instruksi dasar dalam pengisian kuesioner,
  3. proses pengisian kuesioner oleh para subjek penelitian,
  4. pembagian reward berupa snack, dan
  5. dokumentasi data penelitian.
Pada pukul 09.00 WIB, pengambilan data dilanjutkan di kelas XI IPS 1 dengan prosedur pengambilan data yang sama seperti sebelumnya. Setelah proses pengambilan data penelitian di kedua kelas (dengan jumlah total subjek penelitian sama dengan 66 orang) tersebut berakhir, kegiatan para peneliti di sekolah tersebut pun diakhiri dengan berpamitan dengan kepala sekolah sekaligus pengucapan rasa terima kasih kami kepadanya.
Pada tanggal 9 Mei 2011, dilakukan pembagian tugas pada setiap peneliti untuk menganalisis lembar hasil kuisioner.

Pada tanggal 11 Mei 2011, hasil analisis kuisioner dari masing-masing peneliti dikumpulkan. Pada hari yang sama, dilakukan perhitungan hasil analisis kuisioner menggunakan Chi square dan diperoleh hasil bahwa Ho ditolak (Ada perbedaan dalam jumlah siswa yang belajar karena dorongan  motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik).
Berikut adalah perhitungan yang para peneliti lakukan:
Dari 66 orang siswa SMA Harapan Mandiri yang diteliti, dikumpulkan data bahwa dalam berprestasi terdapat 17 orang yang didorong oleh motivasi intrinsik, 41 orang didorong oleh motivasi ekstrinsik, dan sisanya 8 orang netral. Tujuan dari penelitian adalah untuk meneliti apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara peranan motivasi intrinsik dan intrinsik dalam pengaruhnya terhadap prestasi siswa. Pada penelitian ini, digunakan tingkat kemaknaan 95%.
: tidak ada perbedaan yang signifikan antara peranan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik dalam pengarunya terhadap prestasi siswa
Ei
Oi
( Oi – Ei )
( Oi – Ei )2
Motivasi intrinsik
22
17
-5
25
Netral
22
8
-14
196
Motivasi ekstrinsik
22
41
19
361

 

Pada tanggal 13 Mei 2011, penulisan bagian Pelaksanaan ini mulai didiskusikan dan dikerjakan. Pada hari yang sama pula, poster hasil penelitian mulai didiskusikan.
Pada tanggal 14, 15, dan 16 Mei, poster dikerjakan secara bersama-sama.
Pada tanggal 17 Mei, diskusi akhir dilakukan untuk me-review semua kegiatan penelitian yang telah dilakukan, dan pada hari ini juga postingan hasil penelitian dilaksanakan.

HASIL PENELITIAN


A. Review Penelitian
Sebagian besar proses pelaksanaan penelitian telah berjalan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Mulai dari hal yang terkecil, misalnya pembelian reward berupa snack, hingga hal-hal yang lebih rumit seperti terjun ke lapangan untuk dilakukannya proses observasi, semuanya berjalan sesuai rencana awal. Akan tetapi, para peneliti juga memiliki beberapa kendala dalam melakukan penelitian ini. Kendala-kendalanya adalah kesulitan dalam memperoleh izin melakukan penelitian di beberapa sekolah yang peneliti kunjungi, kemudian kesulitan dalam membuat kuesioner, dan yang paling menghambat para peneliti adalah minimnya pengetahuan para peneliti dalam pembuatan poster.
Beberapa rencana kegiatan yang telah disusun dalam Timetable juga kadang tidak terealisasi sepenuhnya. Namun, berkat kerja keras dan kekompakkan para peneliti, penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

B. Testimoni Individu
Meskipun ini hanyalah Mini Project, namun pelajaran yang dapat dipetik dari tugas penelitian ini sangatlah banyak. Mini project ini juga membuka wawasan peneliti, sekaligus memberi peneliti pengalaman yang sangat berharga dan akan menjadi pedoman peneliti dalam melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

Mengerjakan tugas mini proyek  bersama kelompok sangat berkesan, karena  tugas ini merupakan tugas mini proyek pertama yang pernah peneliti terima juga merupakan tugas yang pengerjaannya perlu persiapan khusus yang tidak seperti dalam mengerjakan tugas biasa. Pemberian tugas mini proyek ini selain menambah wawasan dan pengalaman juga menambah  keakraban antar peneliti dalam satu kelompok maupun dengan para peneliti dari kelompok lain karena kita saling berbagi informasi, pendapat, ide, gagasan-gagasan yang sangat membantu dalam pengerjaan tugas ini. Selain itu, dengan pemberian tugas mini proyek seperti ini juga dapat membina rasa tanggung jawab dan disiplin dalam diri juga belajar untuk terbuka menerima pendapat orang lain. Hasil dari tugas mini proyek yang para peneliti lakukan ini belumlah sempurna,masih banyak memerlukan petunjuk dari orang lain yang lebih berpengalaman agar untuk selanjutnya akan lebih baik.

Ini adalah penelitian pertama yang pernah peneliti lakukan dengan begitu banyak langkah-langkah yang tersusun dengan sangat rapi. Mulai dari pembuatan perencanaan, pendiskusian yang bertubi-tubi dengan anggota peneliti, hingga pelaksanaan penelitian sesuai dengan prosedur yang telah disepakati para peneliti. Semuanya itu memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti, dan memotivasi peneliti untuk bisa melakukan penelitian  yang lebih baik lagi pada masa yang akan datang.

C. Testimoni Kelompok
Secara keseluruhan, penelitian semacam ini adalah pengalaman yang paling pertama bagi para peneliti. Berbagai macam kesalahan dalam penelitian mungkin dapat terjadi karena para peneliti belum pernah melakukan penelitian seperti ini sebelumnya. Namun, para peneliti telah berusaha semaksimal mungkin dan mencoba untuk meminimalisir kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi.
Tanggapan para peneliti mengenai hasil penelitian yang telah didapatkan, para peneliti berharap hasil penelitian tersebut dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan semua guru-guru, khususnya guru-guru yang mengajar di sekolah yang bersangkutan, dalam mendidik dan memotivasi murid-muridnya. Para peneliti berharap para guru mampu membimbing murid-muridnya supaya memiliki motivasi intrinsik dalam belajar, karena motivasi-motivasi semacam itu akan sangat diperlukan setiap siswa-siswi untuk menghadapi kehidupan nyata.
Bukan hanya para guru saja, tetapi juga para murid hendaknya menyadari bahwa belajar sesungguhnya adalah hal yang menyenangkan, dan juga menyadari bahwa setiap manusia senantiasa harus terus belajar sepanjang hidupnya, bukan hanya sebatas belajar di dalam sekolah saja. Setelah menamati jenjang sekolah, tidak akan ada lagi yang memaksa para murid untuk belajar. Para murid harus mulai belajar sendiri agar tidak ketinggalan zaman, serta untuk menghadapi kehidupan yang serba tidak pasti ini. Oleh karena itulah, keinginan untuk terus belajar secara mandiri haruslah mulai dipupuk sedini mungkin.

Daftar Pustaka :
Santrock, John W. 2007 . Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta : Prenada Media Group.

Senin, 16 Mei 2011

Andragogi

Ternyata, dalam berbagai jenis bimbingan yang ada, dikenal juga yang namanya bimbingan pengisian waktu luang. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pada masa kini semakin banyak jenis bimbingan dibentuk bukan hanya untuk membantu manusia dalam menghadapi masalah namun juga turut membantu manusia dalam mewujudkan kehidupan yang bermakna. Bimbingan pengisian waktu luang sangat bermanfaat agar waktu-waktu yang tersisa tidak terbuang dengan sia-sia ataupun disalahgunakan. 

Pengisian waktu luang yang terarah tidak hanya bermanfaat bagi pelakunya sendiri, tapi juga mempunyai fungsi dari segi pemenuhan kebutuhan sosial. Salah satu dari fungsi-fungsi yang ada misalnya untuk meningkatkan mutu bermasyarakat. Misalnya, dengan mengikuti kegiatan sosial seperti kegiatan palang merah atau kegiatan membantu anak-anak di rumah yatim piatu ,dsb selain merupakan bantuan yang sangat berarti bagi mereka yang kekurangan, juga meningkatkan perkembangan manusiawi dan meningkatkan solidaritas antara anggota serta antar kelompok masyarakat. Kegiatan pengisian waktu luang juga berpengaruh pada beberapa hal, seperti : prestasi, biaya konsumsi, jumlah angka kejahatan yang terjadi, dll.
Berdasarkan manfaatnya, kegiatan-kegiatan pengisi waktu luang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan relaksasi, hiburan atau rekreasi, kegiatan-kegiatan pengembangan ketrampilan dan kemampuan pribadi. Dalam kenyataan pilihan kegiatan untuk mengisi waktu luang tergantung berbagai pertimbangan, diantaranya : waktu, tuntutan sosial, dukungan dana, pengalaman masa lampau, pilihan kegiatan yang tersedia, lahan yang tersedia, kemampuan, faktor-faktor psikologis individu, nilai yang dimiliki, pengaruh lingkungan fisik maupun budaya setempat, sikap masyarakat dan budaya terhadap kegiatan-kegiatan tertentu.
Lalu bagaimanakah konselor dalam menilai tingkat kemaknaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan kliennya dalam mengisi waktu luangnya?Bagaimana konselor menentukan kegiatan-kegiatan apa yang harus disarankan kepada klien-kliennya? Salah satu caranya adalah melalui Leisure Activities Blank (LAB). LAB dari McKechnie terdiri dari 121 kegiatan yang banyak dilakukan di AS. Inventori ini meminta subjek mengurutkan kegiatan pengisian waktu luang menurut kegiatan-kegiatan yang sudah lewat (masa lalu) , dan keinginan/hasrat (pada masa mendatang). Jadi, bagi tiap subjek, LAB berguna untuk mengenali tipe atau pola kegiatan pengisi waktu luang yang menonjol, dan menjajaki hubungan antara peran sertanya dalam pola ini dengan kepribadian dan faktor kependudukan.

Sumber : Sukadji,S. (2000). Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (L.P.S.P3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sabtu, 14 Mei 2011

Paedagogi


Usia tidak membatasi seseorang dalam mendapatkan pendidikan. Namun, metode-metode pendidikan yang diterapkan oleh seseorang berbeda-beda tergantung kemampuannya yang terkait dengan usianya. Metode pendidikan untuk anak prasekolah tentunya tidak cocok untuk orang dewasa. Meskipun metode yang digunakan berbeda, tujuan pendidikan tetap sama, untuk menambah potensi seseorang. Dan salah satu faktor penting dalam proses pendidikan adalah motivasi untuk belajar. Agar motivasi untuk belajar ini terpelihara, pendidik perlu menciptakan suasana belajar yang positif dan menyajikan langkah-langkah yang mendorong peserta didik untuk ingin belajar dan ingin menerapkan hal-hal yang dipelajari
Selanjutnya, dalam proses pendidikan hal yang tidak kalah pentingnya bagi seorang pendidik adalah memahami cara peserta didik dalam mengolah informasi. Manusia mempunyai persamaan dalam memproses informasi ialah menggunakan alat penginderaan dan system syaraf. Beberapa rancangan program pengajaran yang dapat dilakukan atas persamaan tsb,misalnya :
·         Menyusun materi pengajaran dengan cara-cara yang menarik secara visual seperti dengan menyajikan gambar/grafik, memberi warna, dsb karena lebih dari 60 % informasi perorangan diproses secara visual.
·         Membentuk lingkungan belajar yang membantu menciptakan konsentrasi peserta didik karena konsentrasi sangat diperlukan bagi setiap manusia sewaktu memproses informasi.
·         Mengambil kesempatan untuk mengungkap kembali ingatan dengan kegiatan-kegiatan, latihan, diskusi, dsb karena informasi yang masuk ke dalam ingatan manusia cenderung akan lebih diingat bila peserta didik mengingat kembali informasi tsb segera setelah diproses.

Tentunya,sebagian manusia juga terdapat perbedaan di beberapa bagian dalam mengolah informasi, misalnya :
·         Preferensi sumber belajar --> sebagian lebih memilih belajar dengan membaca buku, ada yang melalui ceramah, dsb.
·         Kondisi belajar yang sesuai --> ada yang suka belajar bersama/ ada yang suka belajar sendirian, ada yang memerlukan pembimbing ada yang tidak, dsb
·         Gaya pemrosesan informasi--> ada yang menyukai ide-ide pokoknya saja, ada yang menyukai perincian (detail), ada yang aktif/pasif  untuk mencari informasi, dsb.
·         Kemampuan dan ciri-ciri pribadi lain --> kemampuan mental, tingkat kecemasan, harga diri, keras kepala, dsb.
Sumber : Sukadji,S. (2000). Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (L.P.S.P3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Minggu, 01 Mei 2011

Bimbingan dan Konseling

Bimbingan memberikan bantuan bagi seseorang dalam mengambil langkah, membuat keputusan yang bijaksana, menyesuaikan diri dengan situasi, memberi bantuan dalam memecahkan masalah. Bimbingan tidak jauh berbeda dengan konseling, namun berdasarkan subjek penerimanya, bimbingan lebih banyak diberikan pada anak-anak usia sekolah, sedangkan konseling lebih banyak diberikan pada orang dewasa. Hal tsb dikarenakan bahwa bimbingan lebih bersifat mengarahkan, sedangkan konseling meskipun termasuk mengarahkan namun didalamnya mengandung unsur berbagi saran, pendapat,ide, dimana pada akhirnya keputusan tetap pada tangan penerima konseling. Baik pelayanan bimbingan maupun konseling dilakukan oleh orang yang berpengalaman atau yang memiliki faktor-faktor pendukung yang terpercaya, misalnya pelayanan bimbingan sekolah tentunya dilakukan oleh seorang konselor yang seharusnya berpengalaman, yang memiliki pengetahuan luas di bidang pendidikan dan juga mengenai teori-teori psikologi tertentu. Namun, bukan berarti bimbingan dan konseling hanya dapat didapatkan dari badan-badan resmi, namun bisa juga dari anggota keluarga, pendeta, pastor, teman, kerabat,dsb. 

Bimbingan dan konseling selain untuk saat ini dikenal ada di bidang sekolah, perguruan tinggi, karir, pernikahan,keluarga dll. Selain itu, bimbingan dan konseling juga dapat dilakukan secara individual maupun secara berkelompok. Bimbingan dan konseling di sekolah berperan sebagai badan pelayanan khusus yang tugasnya adalah meningkatkan perkembangan siswa-siswa dan membantu mereka ke arah penyesuaian yang adekuat dan pencapaian prestasi belajar yang maksimal sesuai dengan potensi mereka masing-masing, seperti untuk mengatasi gangguan belajar siswa, memberi informasi bagi siswa yang hendak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, memberi solusi ataupun masukan pada siswa dalam membuat keputusan pemgambilan jurusan,dsb.

Sumber : Sukadji,S. (2000). Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (L.P.S.P3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Kamis, 28 April 2011

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Berhubung tidak semua anak dilahirkan normal, maka ada beberapa cara pendidikan yang tidak dapat diterapkan oleh sebagian anak.
Gangguan indera
·         Gangguan penglihatan


·         Gangguan pedengaran
Strategi :
-menyampaikan materi melalui indera lain (sentuhan,pendengaran), membiarkan ia duduk di paling depan dalam kelas, menggunakan huruf Braille,dsb.
-menggunakan pendekatan oral(membaca gerak bibir,speech reading),pendekatan manual (bahasa isyarat), ataupun keduanya.
Cerebral palsy


Strategi :
-menggunakan keyboard dalam belajar menulis, menggunakan papan komunikasi,dsb.

Retardasi Mental
Strategi :
-sesuaikan materi yang diajarkan dengan kemampuannya, gunakan konsep yang sederhana, mengulang  pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya,dsb.
Gangguan Bahasa Reseptif
Strategi :
-gunakan pendekatan multisensory sewaktu belajar, beri contoh konkret dan spesifik dari suatu konsep abstrak, berilah waktu yang cukup kepadanya dalam memberi respon,dsb.
Gangguan Bahasa Ekspresif
Strategi :
-memberi tugas tertulis daripada tugas laporan lisan, berikan pilihan kata untuk membantunya mencari kata sewaktu berbicara, dsb.
Attention Deficit Hyperactive Disorder
Strategi :
-Usahakan untuk mengulangi instruksi dengan sederhana dan terstruktur untuk tugas di kelas maupun tugas di rumah, beri instruksi verbal bersamaan juga instruksi visual ,menunjukkan ekspresi yang jelas dan beri tanggapan secepatnya ,memberi kesempatan bagi mereka untuk bergerak,berdiri, ataupun jalan-jalan pada beberapa saat.

Bukan hanya anak yang memiliki gangguan yang termasuk anak-anak yang tidak biasa. Anak berbakat juga termasuk anak yang tidak biasa sehingga memerlukan strategi pengajaran yang khusus. Anak berbakat (gifted) punya kecerdasan diatas rata-rata (IQ diatas 130) atau memiliki bakat unggul di bidang-bidang tertentu, misalnya musik,matematika,bahasa,dsb. Menurut Ellen Winner, anak berbakat itu memiliki 3 kriteria:
1.       Dewasa lebih dini
2.       Belajar menuruti kemauan mereka sendiri
3.       Semangat untuk menguasai

Selain ketiga kriteria tsb, anak berbakat biasanya ditandai dengan kemampuan mereka yang memproses informasi dengan lebih baik, menggunakan penalaran yang lebih baik, belajar lebih cepat, mampu menemukan strategi yang lebih baik, dan memantau pemahaman mereka dengan lebih baik ketimbang anak yang tidak berbakat (sternberg & Clickenberg,1995).
Namun, anak berbakat yang tidak termotivasi untuk mengembangkan potensinya dapat menjadi anak yang suka mengganggu, tidak semangat untuk berprestasi, suka membolos, pasif, apatis thd sekolah. Ada 4 opsi program untuk anak berbakat : kelas khusus, akselerasi dan pengayaan di kelas reguler, program mentor dan pelatihan, kerja/studi dan/atau program pelayanan masyarakat.

Sumber : Santrock John.W. Psikologi Pendidikan (edisi kedua).2007

Minggu, 24 April 2011

Psikologi sekolah & psikologi Pendidikan?

Psikologi sekolah hampir sama dengan psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan adalah perkembangan dari psikologi perkembangan dan psikologi sosial, sehingga hampir sebagian besar teori-teori dalam psikologi perkembangan dan psikologi sosial digunakan di psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, keefektifan sebuah pengajaran, cara mengajar, dan pengelolaan organisasi sekolah. Psikolog pendidikan biasa bekerja di lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan di lingkungan pendidikan anak, terutama bekerja dengan guru dan orang tua. Mereka dapat bekerja secara langsung dengan anak (misalnya memeriksa perkembangan, memberikan konseling) dan secara tidak langsung (dengan orang tua, guru dan profesional lainnya).
Sedangkan psikologi sekolah merupakan salah satu wilayah penerapan psikologi pendidikan, yaitu di sekolah. Ahli psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa wilayah cakupan ahli psikologi sekolah lebih sempit jika dibandingkan dengan ahli psikologi pendidikan.

Kamis, 21 April 2011

Pendidikan Anak Usia Dini

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun baik pola asuh ataupun metode pendidikan apabila tidak diatasi secara dini dengan baik pada saatnya, akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini ini terdiri dari 3 kategori, pendidikan secara formal,non formal, dan informal.
Pendidikan formal meliputi :
·         Taman Kanak-kanak (TK) biasanya untuk anak usia 4-6 tahun, 5-6 kali pertemuan per minggu @150-180 menit., RA.
Pendidikan non formal meliputi :
·         Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA).
pendidikan informal meliputi pendidikan di dalam keluarga, lingkungan sekitar.
Masa-masa anak yang mengikuti pendidikan TK atau sederajatnya merupakan masa golden age, masa anak-anak cepat mempelajari segala sesuatu. Setiap anak memiliki banyak bentuk kecerdasan (multiple intelligences) yang perlu digali dan dikembangkan. Multiple Intelligences ini termasuk di dalamnya inteligensi musik, kinestetik tubuh, logika matematik, linguistik (verbal), spasial, naturalis, interpersonal dan intrapersonal.
Dengan mengikuti pendidikan sejak dini baik formal,non formal, informal semuanya bertujuan untuk mengembangkan potensi anak dalam bidang fisik dan psikis yang termasuk di dalamnya belajar mandiri, belajar bersosialisasi, mengembangkan bahasa, kognitif, emosi.

Kamis, 07 April 2011

Fenomena Pendidikan dan Pembahasannya berdasarkan ilmu Psikologi

Fenomena I
TEORI PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Menurut teori motivasi Maslow, the hierarchy of needs,seseorang termotivasi untuk melakukan segala sesuatu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut tersusun secara hierarkis dari : physiological needs, safety needs, love and belongingness needs, self-esteem needs, dan self-actualization. Menurut Maslow, orang akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih dasar sebelum melangkah untuk kebutuhan selanjutnya. Misalnya, mengutamakan melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan fisiologis(makan,minum,kehangatan,dll) sebelum memenuhi kebutuhan akan harga diri(self-esteem needs). Dalam kasus menyontek diatas, beberapa siswa yang tidak belajar mungkin memutuskan untuk menyontek untuk mendapatkan rasa aman terhindar dari hukuman jika ia lulus ujian. Beberapa mungkin ingin memenuhi kebutuhan akan self-esteem karena jika dengan mendapat nilai yang bagus dalam ujian meskipun dengan menyontek ia akan mendapat penghargaan dari guru,orangtua, maupun teman.
Menurut teori behaviorists Bandura, seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang mendapatkan reinforcement (penguatan) dan akan berhenti melakukan hal-hal yang mengakibatkan ia mendapatkan punishment(hukuman). Dengan demikian, dalam hal mendapatkan nilai yang bagus dalam ujian misalnya, dapat berasal dari faktor yang berbeda. Siswa yang berhasil menyontek pada saat ujian dan mendapat nilai ujian yang bagus akan termotivasi untuk menyontek lagi pada ujian-ujian berikutnya. Sebaliknya, siswa yang ketahuan menyontek pada saat ujian dan mendapat hukuman karenanya, akan berhenti menyontek.
TEORI PENDIDIKAN BIMBINGAN SEKOLAH
Kebanyakan yang terjadi dalam sekolah adalah siswa mendapat hukuman jika tidak mampu menjawab pertanyaan guru dengan benar, tidak mengerti dengan materi pembelajaran.Bahkan,dalam beberapa kasus, siswa dituntut untuk menuliskan atau menjawab jawaban dalam kalimat dengan susunan kata-kata yang ditentukan , yang sesuai persis dengan yang di buku. Hal ini tentu menghambat kreativitas siswa, yang menyesatkan siswa menjadi penghafal kata, bukan belajar. Dalam mata pelajaran matematika misalnya, mungkin siswa hanya menghafal rumus untuk mendapatkan jawaban tanpa memahami konsepnya, bila tidak mampu menghafal rumus maka buat contekan. Oleh sebab itu, perilaku menyontek banyak ditemukan pada sistem belajar yang seperti itu, karena sesuai dengan teori dari Bandura, siswa berusaha untuk menghindari punishment.Oleh karena itu, sangatlah penting bagi guru untuk mencari tahu sebab-sebab perilaku menyontek bisa terjadi, dan berusaha mencari pola pengajaran alternatif.
TEORI PENDIDIKAN KELUARGA
Seperti yang kita ketahui, perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Menurut saya, dalam hal ini menyontek lebih disebabkan oleh faktor lingkungan. Karena menyontek berhubungan dengan belajar dan belajar merupakan proses yang diambil dari lingkungan dan pengalaman sehari-hari.  Menyontek merupakan salah satu hasil dari belajar.
Faktor genetik yang mungkin terlibat adalah, trait orang tsb. Seseorang yang berani menyontek menunjukkan ia adalah orang yang cukup berani mengambil resiko. Dengan kata lain salah satu traityang dimiliki oleh orang yang menyontek adalah adventuresome dan trait in belum tentu dimiliki oleh setiap orang. Hal ini yang menyebabkan, ada juga orang yang tidak mau memilih untuk menyontek.
Fenomena II
TEORI PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Remaja biasa diselimuti dengan rasa ingin tau dan ingin mencoba hal-hal yang baru,untuk mencari identitas diri, karena masa remaja bisa kita sebut dengan masa Krisis Identitas Diri, sehingga remaja akan mencari identitas dirinya dengan meniru memodel, imitasi tingkah laku orang lain yang di lihat,dilakukan secara sadar atau tidak (Bandura dan Walters,1963).
Dalam model pembelajaran observasional kontemporernya Bandura, beliau memfokuskan pada proses-proses spesifik yang terlibat dalam sebuah pembelajaran, yakni:
  1. Atensi
Seseorang mempelajari sesuatu dari apa yang dilakukan atau dikatakan si model.
  1. Retensi
Seseorang harus bisa mengkodekan informasi dan menyimpannya dalam ingatan (memori) sehingga informasi itu bisa diambil kembali.
  1. Produksi
Seseorang bisa menirukan/mereproduksi prilaku model apabila kemampuan geraknya untuk melakukan prilaku tersebut sudah matang.
  1. Motivasi
Seseorang kadang harus dimotivasi untuk menghasilkan sebuah prilaku.
Pada fenomena pendidikan di atas, dimana ada murid sekolah yang melakukan adegan mesum, jika dikaitkan dengan teori model pembelajarannya Bandura, mereka memang telah berhasil melewati proses-proses spesifik yang disebutkan Bandura tersebut. Mereka berhasil melewati proses Atensi, Retensi, Produksi, dan Motivasi. Hanya saja, proses-proses yang mereka alami tersebut membawa mereka ke sebuah hasil yang negative, yakni tindakan mesum.
TEORI PENDIDIKAN BIMBINGAN SEKOLAH
Dalam teori pendidikan bimbingan sekolah, dikatakan bahwa Guru memegang peranan yang penting dalam mengatur tingkah laku anak didiknya. Kasus-kasus adegan mesum yang diperagakan oleh murid-murid sekolah, penyebabnya bisa saja merupakan kurangnya bimbingan yang diberikan oleh pihak sekolah (guru) kepada para murid mengenai kasus tersebut.
Ada sebuah teknik pengajaran yang mungkin dapat membantu guru-guru di sekolah dalam memberikan bimbingan kepada murid didiknya agar tidak terjerumus ke dalam dunia hitam seperti itu, yakni menggunakan teori konstruktivis. Teknik ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru, dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Satu prinsip penting menurut teori konstruktivisme ini adalah bahwa guru tidak sekadar memberikan pengetahuan kepada siswanya, tetapi siswa sendiri juga ditantang ntuk membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Jadi, di sini guru tidak hanya sekadar memberikan informasi kepada muridnya bahwa adegan mesum itu adalah hal yang buruk, tetapi murid juga harus ditantang untuk memikirkan sendiri kira-kira apa saja konsekuensinya apabila dia melakukan tindakan yang tidak terpuji itu.
TEORI PENDIDIKAN KELUARGA
Sebuah prilaku, pada umumnya semula dianggap bersumber pada genetic, akan tetapi dalam banyak penelitian empiris sekarang ini telah menyimpulkan bahwa prilaku senantiasa lebih dipengaruhi oleh lingkungan. Dan lingkungan yang paling mempengaruhi tindak tanduk seseorang adalah lingkungan keluarganya.
Pada fenomena adegan mesum yang diperankan oleh murid sekolah tersebut, sungguh merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan. Peran keluarga sepertinya tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap kedua pasangan mesum tersebut, apalagi mengingat bahwa tindakan mesum tersebut dilakukan di dalam RUMAH murid itu sendiri, di mana seharusnya merupakan tempat yang paling dapat diawasi oleh keluarga.
Suatu keluarga baru dapat dikatakan efektif dalam menjalankan fungsinya mendidik anak mereka adalah apabila keluarga tersebut bisa menyediakan lingkungan yang kaya stimulasi mental dan intelektual, dengna mengusahakan sebuah suasana dan sarana belajar yang memberikan kesempatan kepada anak secara spontan atau otodidak dapat menyatakan dan memperhatikan diri terhadap berbagai kejadian di dalam lingkungannya. Dengan begitu, kemungkinan munculnya tindakan-tindakan yang kurang terpuji seperti fenomena yang disebutkan di atas pun dapat diminimalisir atau bahkan tidak pernah terjadi sama sekali.
Fenomena III
Teori Pendidikan
Untuk mengembangkan bakat dan memaksimalkan pendidikan anak – anak yang berbakat di-Indonesia. Kita harus mengetahui dahulu, apa itu ‘bakat’  dan karakteristik dari ‘bakat’ itu sendiri agar dapat mengembangkan bakat itu sendiri dengan cara yang efektif dan efisien pula.  Anak berbakat dikatakan sebagai anak dengan kecerdasan di atas rata – rata seperti memiliki keunggulan dibeberapa bidang, seperti seni, musik, atau matematika. Program untuk anak berbakat disekolah biasanya didasarkan pada kecerdasan dan prestasi akademik saja. Beberapa kritikus mengatakan bahwa terlalu banyak anak dalam program anak berbakat yang sebenarnya kurang berbakat dalam area tertentu tetapi hanya agak cemerlang, biasanya kooperatif. Intelegensi umum yang sebagaimana didefinisikan dalam skor IQ masih tetap menjadi kriteria utama dalam hal penetuan kelayakan penempatan anak pada program berbakat atau tidak, kini mulai banyak pendukung pendapat bahwa kriteria itu harus juga memasukkan multiple intelligence dari Gardner, dan kemungkinan dimasa depan kriterianya tidak mencakup IQ lagi.
Ellen Winner (1996), seseorang ahli di bidang kreativitas dan anak berbakat, mendeskripsikan tiga kriteria yang menjadi ciri anak berbakat :
  1. Dewasa lebih dini (precocity). Anak berbakat adalah anak yang dewasa sebelum waktunya dan apabila diberi kesempatan untuk menggunakan bakat dan talenta mereka. Mereka mulai menguasai suatu bidang lebih awal ketimbang teman – temannya yang kurang berbakat.
  2. Belajar menuruti kemauan mereka sendiri. Anak berbakat belajar secara berbeda dengan anak lain yang kurang berbakat. Mereka tidak membutuhkan banyak dukungan, atau scaffolding, dari orang dewasa. Sering kali mereka tak mau menerima instruksi yang jelas.
  3. Semangat untuk menguasai. Anak yang berbakat tertarik untuk memahami bidang yang menjadi bakat mereka. Mereka memperlihatkan minat besar dan obsesif serta kemampuan fokus yang kuat. Mereka memiliki motivasi internal yang kuat.
Adapun opsi progam untuk anak berbakat yaitu (Hertzog, 1998) :
  1. Kelas khusus. Secara historis, ini adalah cara yang lazim untuk mendidik anak berbakat. Beberapa kelas khusus diselenggarakan setelah sekolah reguler, atau di masa liburan.
  2. Akselerasi dan pengayaan di kelas reguler.
  3. Program mentor dan pelatihan. Beberapa pakar percaya ini adalah cara penting yang jarang dipakai untuk memotivasi, menantang, dan mendidik anak berbakat secara efektif (Pleiss & Feldhusen, 1995).
  4. Kerja/ studi dan program pelayanan masyarakat.
Seperti yang terdapat pada artikel di link fenomena III ini. Anak SD yang mengikuti program akselerasi untuk anak berbakat hanya mengejar nilai dan prestasi secara akademik. Seakan – akan program akselerasi di-Indonesia hanya menekankan pada kawah kognitif si anak yang dikatakan berbakat ini. Pendidikan dengan sudut pandang ini adalah kelemahan terbesar dari pendidikan di-Indonesia. Karena kecerdasan dan bakat yang sebenarnya tidak hanya pada tingkat kognitif yang dapat terlihat pada nilai IQ maupun prestasi anak secara akademis saja. Implementasi program akselerasi untuk anak SD ini masih perlu dipertanyakan. Mengapa demikian? Anak – anak di sekolah dasar masih berorientasi pada dunia bermain mereka dan juga pada tahap awal bersosialisasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, penekanan bakat anak pada tingkatan kognitif saja dapat menghambat perkembangan sosial anak itu sendiri. Perkembangan emosional si anak dalam hal ini murid SD, juga penting sekali dalam keberhasilan menjalin hubungan sosial dan menjalani kehidupan sosialnya. Apabila anak hanya berkembang dalam aspek kognitif khususnya prestasi akademis saja maka dimasa depan ilmu yang ia dapatkan itu tidak dapat ia implementasikan secara baik pada kehidupan sosialnya. Perlu diingat bahwa kecerdasan intelengensi dan kecerdasan emosional adalah satu kesatuan. Dimana keduanya saling mendukung satu sama lainnya, dan dalam hal ini anak pendidikan sekolah dasar tidak hanya kecerdasan intelegensi yang harus ditekankan, melainkan kedua-duanya secara bersamaan. Paradigma pendidikan indonesia tentang anak berbakat perlu diluruskan kembali. Agar tujuan awal pendidikan yang positif akan pengembangan ini berhasil dengan positif pula.
Teori Pendidikan Keluarga
Menurut William Louis Stren faktor pembawaan maupun faktor lingkungan ataupun pengalaman mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan, termasuk pengalaman dan pendidikan (faktor eksogen). Salah satu komponen dari faktor endogen adalah faktor bakat (aptitude) dimana bakat bukanlah suatu yang terbentuk sejak lahir melainkan potensi yang memungkinkn individu berkembang pada suatu arah. Supaya potensi ini teraktualisasikan maka dibutuhkan dukungan lingkungan yang baik dan dalam hal ini, dukungan keluarga dalam pengembangan anak mereka yang berbakat di jenjang pendidikan sekolah dasar. Keluarga dalam hal ini merupakan lingkungan sosial primer dimana anak memiliki kedekatan khusus dan intim.
Keluarga memiliki peran penting dalam pengembangan anak berbakat dalam hal emosional. Keluarga sebagai lingkungan sosial primer dapat memfasilitasi anak berbakat dengan memberikan stimulus maupun fasilitas yang dibutuhkan anak mereka yang berbakat tersebut sesuai dengan kemampuan dan keinginan si anak. Potensi – potensi yang dimiliki anak akan berkembangan menjadi bakat apabila dapat dibentuk keluarga dengan baik dan benar. Semakin baik fasilitas dan stimulus yang diberikan lingkungan dalam hal ini keluarga maka si anak yang berbakat akan semakin terarah dan dapat mengembangkan potensinya secara baik dan benar pula. Keluarga merupakan tempat awal maupun lingkungan awal si anak menerima nilai yang menjadi modal utamanya dalam menjalani hidup sosial di fase berikutnya. Seperti, bersosialisasi dengan teman sekolah.
Dengan penanaman nilai yang baik dan benar maka anak yang berbakat dapat menyesuaikan diri secara emosional dengan lingkungan yang akan dihadapinya dan cenderung lebih siap dibandingkan dengan anak yang kurang berbakat. Perlu ditekankan anak dengan potensi – potensi yang ada tidak dapat dikatakan berbakat apabila potensi tersebut tidak disadari oleh keluarga itu sendiri. Karena bakat itu tidak terbentuk sejak lahir melainkan potensi. Potensi yang tidak dimanfaatkan dan tidak dikembangkan oleh keluarga  akan menimbulkan kesulitan secara emosional dan psikologis anak dimasa yang mendatang. Motivasi instrinsik anak harus diseimbangkan dengan motivasi ekstrinsiknya agar anak memiliki kondisi emosional yang sehat. Dengan kondisi emosional yang sehat maka perkembangan dalam aspek kognitifnya pun otomatis akan baik. Dikarenakan aspek kognitif dan emosional ada satu kesatuan yang penting dalam kehidupan sosial setiap individu.
Teori Bimbingan Konseling
Program pengayaan adalah memberi murid kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran yang tidak didapatkan di kurikulum umum. Kesempatan pengayaan dapat disediakan dikelas reguler, melalui jam tambahan khusus; melalui guru khusus pendidikan anak berbakat; melalui studi independen, sepulang sekolah. Salah satu tipe program pengayaan adalah mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif, dan memberi mereka kesempatan untuk memilih sendiri bidang studinya (Renzulli & Reiss, 1997). Anak yang akan mengikuti program seharusnya dipilih bedasarkan banyak kriteria termasuk kreativitas dan komitmen.
Evaluasi riset terhadap program akselerasi dan pengayaan belum mengungkapkan pendekatan mana yang terbaik (Winner, 1997). Beberapa peneliti telah menemukan buki yang mendukung program akselerasi (Kulik, 1992), walaupun para pengkritik mengatakan ada masalah dalam loncat kelas, yakni anak akan berada bersama anak lain yang secara fisik lebih besar dan berbeda secara sosioemosional. Peneliti lain menemukan bukti yang mendukung program pengayaan (Renzulli & Reis, 1997).
Ellen Winner (1997) mengatakan bahwa sering kali anak – anak berbakat akan terisolasi secara sosial dan tidak mendapat tantangan yang berarti di kelas. Jika seorang murid adalah satu – satunya anak berbakat di kelasnya, maka dia tak punya kesempatan untuk belajar dengan murid yang setara kemampuannya. Sekolah harus memfasilitasi anak berbakat dengan program yang memang relevan dan efektif bukan hanya secara kognitif melainkan juga secara sosioemosional. Program yang diberikan untuk anak SD harus dirancang khusus dengan memperhatikan beban psikologis yang mungkin akan mereka terima dengan mengikuti program tersebut. Kesejahteraan manusia dalam jangka panjang harus diperhatikan dalam segala aspek, terutama pendidikan.
Tanpa pendidikan yang efektif dan efisien maka anak berbakat akan menyia – yiakan bakat yang ia miliki dan tidak dapat mengekspresikan serta mengimplementasikannya dikemudian hari. Tentu hal ini akan menyebabkan beban psikologis untuk anak tersebut. Program pengayaan yang dilakukan disekolah harus benar – benar bedasarkan pertimbangan yang metodologis dan memperhatikan kesejahteraan manusia itu sendiri dalam hal ini sang murid sekolah dasar. Dengan begitu pembelajaran untuk mereka yang akselerasi benar – benar diperhatikan oleh pihak sekolah dan dapat menghasilkan cendikiawan yang dapat memimpin masyarakat dimasa yang akan datang.
Daftar Pustaka :
Santrock, John W. 2007 . Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta : Prenada Media Group.